Minggu, 20 Januari 2008

Cerita dibalik Iklan Belakang Majalah FORUM Keadilan (Pemerasan Terhadap PT MAKINDO dan Gunawan Jusuf)

On 1/8/07, anu kuality <anu_donk@yahoo. co.id> wrote:
--- Budi Sucahyo wrote:Cerita di Balik "Iklan Cover Belakang" Majalah Forum KeadilanEntah sudah berapa edisi majalah Forum Keadilanmemajang "iklan satu halaman" yang ditempatkan dicover belakang majalah (padahal sebelumnya "iklan" itutelah muncul di halaman dalam). Kalau Anda sesekalimelihat majalah itu, cobalah tengok dan perhatikan"iklan" yang dimaksud. Ya. Sebenarnya itu bukanlahiklan komersial. Itu hanyalah sebuah "iklan" promosimajalah ini. "Masih Banyak Tunggakan Hukum BelumDiselesaikan" . Begitu kalimat di atas. Lalu,terpampang sebuah cover majalah Forum Keadilan No.10/26 Juni-2 Juli 2006. Dalam cover itu hanya adasebuah foto besar Gunawan Yusuf. Lalu, sebuah judulyang bernada provokasi, "The King of Crime".Sekilas, tak ada yang istimewa dari "iklan" itu.Namun, bagi saya, justru ini membuat tergelitik.Mengapa "iklan" itu yang muncul (atau dengan kata lainpengelola Forum memang sengaja membuat dan untukdimuat) secara berulang-ulang— tentu mungkin karenamajalah itu tidak mendapatkan iklan display lainnya(tetapi kok harus iklan yang itu?). Kedua, mengapaharus ditampilkan di cover belakang yang notabeneadalah halaman yang pasti dilihat pembaca (karena ituharga iklan di halaman ini cukup mahal)? Tentu,maksudnya agar iklan itu menarik perhatian orang.Perlu pula dipersoalkan, dari segi etika jurnalistik,judul yang dibuat pun sudah menjustifikasi, "The Kingof Crime". Apakah judul seperti ini yang diajarkan didunia jurnalistik?Terlepas dari persoalan "layak tidaknya iklan" itu(sudah pasti dilihat dari sisi manapun "iklan promosi"tersebut sangat tidak layak), ternyata selidik punyaselidik "penampakan" iklan secara terus menerus dimajalah itu punya cerita tersendiri. Kisah ini sayaperoleh dari kalangan dalam majalah Forum Keadilan itusendiri. Jadi, pengelola Forum Keadilan memang sengajamemajang iklan promosi itu dengan maksud untukmendiskreditkan alias "memeras" seseorang yangberkaitan dengan sang "King of The Crime" tersebut.Judul cover "King of Crime" majalah Forum Keadilan ituadalah laporan utama majalah itu pada Juni 2006.Munculnya cover story itu berawal ketika penanggungjawab redaksi majalah Forum Keadilan, Priyono B.Sumbogo, dihubungi oleh seseorang yang meminta agarkasus penggelapan pajak PT Makindo Tbk tidakdiekspose. Orang tersebut menjanjikan imbalan yangcukup menggiurkan, Rp 400 juta jika Majalah ForumKeadilan tidak menulis kasus tersebut.Tawaran orang itu tidak serta merta diterima. PriyonoB. Sumbogo malah meminta lebih. Penanggung jawabredaksi yang pernah bekerja di majalah Tempo, Gatra,Gamma, ini menawar Rp 500 juta. Weleh…weleh…Rupanya,sang penanggung jawab redaksi ini ingin mencarikeuntungan sebesar-besarnya. Kesepakatan tidaktercapai.Setelah itu, masih berkaitan dengan kasus penggelapanpajak PT Makindo Tbk, datang lagi "broker" lain.Broker ini langsung bertandang ke kantor ForumKeadilan di Palmerah Barat 23c. Karena sering datangke kantor, awak Forum Keadilan menjuluki si "broker"ini sebagai "bencong"--- lagak lagunya memang sepertibencong sih. Nah, si "bencong" ini ingin memanfaatkanMajalah Forum Keadilan juga untuk menangguk untung.Kali ini, Redaktur Eksekutif Majalah Forum Keadilan,Sukowati Utami, yang bernegosiasi (tentu atas arahanpenanggungjawab redaksi). Si broker menjanjikan pasangiklan dengan nominal diatas Rp 500 juta (paling tidakbisa mengamankan gaji karyawan selama dua tahun )kepada Sukowati Utami, kalau Majalah Forum Keadilanmengikuti keinginan si broker. Siapa sih yang tidaktergiur dengan uang segitu gede? Apalagi kondisikeuangan majalah Forum Keadilan sedang morat marit(untuk menggaji karyawannya saja tidak mampu).Kesepakatan diterima.Lalu ditulislah laporan utama tentang kasuspenggelapan pajak PT Makindo Tbk. Ddalam kasus ituorang yang dibidik adalah Gunawan Jusuf, DirekturUtama PT Makindo Tbk. Penulis laporan utama ini: RobbySoegara dan Sukowati Utami. Hebatnya, setelah naskahsudah selesai, si Bencong ikut memeriksa naskahsebelum naik cetak. Sungguh ini sesuatu yang palinganeh dan paling ajaib di dunia jurnalistik, yaitu adaorang di luar redaksi yang mempunyai kepentingan ikutmemeriksa atau mengedit naskah laporan utama. Justruhal itu terjadi di depan hidung penanggung jawabredaksi yang jebolan Tempo itu.Agaknya si broker itu senang. Lalu mengucurlah uang Rp50 juta untuk cetak edisi yang berisi laporan utamapenggelapan pajak PT Makindo Tbk itu. Foto GunawanJusuf, Dirut PT Makindo Tbk, dipajang di halaman muka(cover). Plus, sebuah judul, "The King of Crime".Penanggung jawab redaksi dan redaktur eksekutif ForumKeadilan tinggal memetik buah janji si broker yangakan pasang iklan selama dua tahun. Keduanya akanmendapat "jatah preman" dari uang yang dinanti-nantiitu. Di majalah Forum Keadilan memang dikenal istilah"jatah preman", yaitu komisi yang diberikan kepadaorang yang berhasil memasukkan uang ke majalah ForumKeadilan dengan cara apapun. Penanggung jawab redaksiPriyono B. Sumbogo adalah orang yang mensosialisasikanistilah itu. Dan, setiap uang yang masuk, khususnyadari "deal-deal" seperti di atas atau iklanterselubung lainnya, penanggung jawab redaksi pastimendapat "jatah preman". Besarnya berkisar 15 persensampai 30 persen. Jadi, hitung saja sendiri, "jatahpreman" yang berhasil diperoleh penanggung jawabredaksi dan redaktur eksekutif Forum Keadilan kalau sibroker itu mengucurkan duit setengah miliar.Tapi, apes. Memang bukan rejeki. Justru Forum Keadilanyang tertipu. Tunggu punya tunggu, ternyata si brokeryang bencong itu tak lagi memperlihatkan batanghidungnya di kantor Forum Keadilan. Ketika SukowatiUtami menghubungi handphone si broker, tidak adajawaban. Alamat pastinya tidak ada yang tahu. Sibroker tiba-tiba raib begitu saja. Forum Keadilan pungigit jari, cuma dapat Rp 50 juta dari janji diatas Rp500 juta.Inilah yang membuat kesal pengelola Forum Keadilan.Sebagai pelampiasan, "iklan promosi" itulah yangmuncul dalam setiap edisi Forum Keadilan. Hinggasekarang pun iklan itu masih muncul. Mungkin, iklanitu tetap dimunculkan sampai ada orang yang datangmengantarkan uang dan minta agar iklan itu tidaktampil lagi.Cerita ini pastilah akan membuat jurnalis miris. Dalammilis ini, kita sering meributkan angpau-angpau yangditerima jurnalis, padahal nilai angpau itu tidaklahseberapa. Tapi, ada angpau kakap--seperti cerita diatas--yang luput dari perhatian teman-teman jurnalis.Praktik "deal-deal kakap" yang dilakukan petinggiredaksi itu justru membuat profesi jurnalis kitatercabik-cabik. Dan, ironisnya, hal itu dilakukan olehmantan wartawan Tempo yang seharusnya menjadi panutan(mohon maaf kepada alumni Tempo lainnya, maaf jugakepada mas Farid Gaban yang alumni majalah Tempo danjuga kawan si penanggung jawab redaksi).Menurut teman dari kalangan dalam majalah ForumKeadilan itu, praktik seperti itu menjadi hal yanglumrah di majalah Forum Keadilan. Malah, sangpenanggung jawab redaksi berucap, "kalau bisa semuarubrik dijual". Maksudnya, para wartawan diminta untukmencari uang dengan menjual rubrik. Misalnya, rubrikwawancara atau profil. Seandainya ada orang yang mautampil dalam rubrik wawancara dan mau memberikan uangalias membayar, maka orang itu akan menjadi prioritas,terlepas dari si tokoh itu orang yang kompeten ataubukan (pernah Forum Keadilan memuat wawancara denganAdrian Waworuntu, penjarah uang Bank BNI itu, lalumendapat bayaran Rp 50 juta). Demikian pula rubrikprofil. Kalau ada orang yang mau diprofil dan membayaruang, maka orang itu pasti diutamakan. Nah, setiapuang yang mengalir dari praktik seperti itu, sangpenanggung jawab redaksi mendapat "jatah preman".Tapi, begitulah keadaan majalah Forum Keadilansekarang ini. Jangan Anda bandingkan dengan ForumKeadilan pada jaman Karni Ilyas. Di bawah nakhodaKarni Ilyas, mantan wartawan Tempo juga, kala itumajalah Forum Keadilan cukup terpandang. Oplahnyamelewati 100.000 eksemplar (karena menjadisatu-satunya majalah berita setelah majalah Tempo danEditor, serta tabloid Detik diberangus). Pada waktuitu pula, banyak pula eks Tempo yang bekerja dimajalah Forum Keadilan.Kondisi Forum Keadilan mulai menurun setelah ditinggalKarni Ilyas. Oplah mulai merosot terlebih setelahmajalah Gatra hadir, lalu majalah Tempo terbitkembali. Konflik internal di dalam tubuh majalah iniyang acap kali terjadi (kalau masalah ini diuraikanperlu satu cerita tersendiri dan pasti banyak versi)semakin membuat kondisi Forum Keadilan goncang. Hinggaakhirnya majalah Forum Keadilan benar-benarterperosok. Forum Keadilan saat ini sama sepertilangit dan bumi bila dibandingkan pada jaman KarniIlyas.Namun, bagi saya, yang membuat miris adalahpraktik-praktik atau deal-deal yang dilakukan redaksiuntuk mendapatkan pemasukan dengan mengorbankan etikajurnalisme. Parahnya, kalau praktik atau deal itudilakukan secara diam-diam oleh petinggi redaksi. Dan,uang yang masuk justru mengalir ke kantong pribadibukan ke perusahaan. Saya tidak tahu apakah media lainjuga melakukan praktik yang sama. Mungkin teman-temanmilis bisa memberi informasi.
-- Si vis pacem Parabellum ---Rahmad Budi HRepublikaJl Warung Buncit Raya 37 Jaksel0856 711 2387

Tidak ada komentar: